Pers Release
“Perempuan Pedesaan Berdaya, Desa Kian Sejahtera”
Memperingati Hari Perempuan Pedesaan Internasional
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan rakyat merupakan cita-cita pendirian dari Negara Republik Indonesia seperti yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Tetapi makna sejahtera sepertinya sampai dengan hari ini masih belum dapat dinyatakan dalam kehidupan rakyat Indonesia secara keseluruhan dan merata. Tujuan kesejahteraan yang selama ini menjadi keutamaan dalam pembangunan juga masih dirasakan timpang, terutama bagi penduduk Indonesia yang ada di wilayah pedesaan.
Negara Republik Indonesia sendiri terdiri dari 33 propinsi, 524 Kabupaten/kota , 6.542 Kecamatan, 8.072 (12%) Kelurahan, dan 67.172 Desa (88%) dari data tersebut dapat diartikan bahwa wilayah administrasi terkecil di Indonesia didomonasi oleh Desa dan dapat dipastikan sebagian besar penduduk Indonesia berada di wilayah desa.
Pembangunan peningkatan kesejahteraan rakyat di pedesaan yang telah berjalan lebih dari 65 tahun juga belum menampakkan perubahan kesejahteraan yang significan, hal ini dikuatkan dengan semakin memburuknya angka dan kondisi kemiskinan yang justru meningkat setiap periode pendataan. Berdasarkan data SUSENAS 2008 angka penduduk miskin di Indonesia masih mencapai 34.96 juta jiwa dengan pilah data 36,61 % penduduk miskin yang tinggal di kota dan 63,38% penduduk miskin yang tinggal di desa.
Sehingga angka kemiskinan penduduk di desa sampai dengan Tahun 2009 masih berjalan lamban, dan diperkirakan akan semakin meningkat karena kenaikan harga sembako, tarif dasar listrik, resiko pengangguran, dan persoalan kebencanaan yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia. Pada tahun 2010, jumlah penduduk miskin menurun menjadi 31,02 juta jiwa. Namun yang memprihatinkan, prosentase penduduk miskin di kota menurun menjadi 35,77%, sedangkan penduduk miskin di desa mengalami kenaikan menjadi 64,23%.
Fakta kuantitatif diatas semakin dikuatkan dengan minimnya pembangunan infra struktur primer seperti, layanan air bersih, kesehatan, pendidikan, jalan dan sarana transportasi serta layanan publik lainnya.
Krisis ketahanan pangan yang cukup serius, karena gagal panen akibat perubahan iklim, tidak terjangkaunya harga bibit tanaman pangan dan produksi, dan akibat kebijakan perdagangan yang tidak adil bagi petani dan kelompok miskin lain, akhirnya berdampak pada semakin menurunnya derajat kesehatan masyarakat desa, khususnya anak-anak yang rentan mengalami malnutrisi. Laporan MDGs 2010 menunjukkan : jumlah balita dengan berat badan rendah /kekurangan gizi mencapai 17,9% dari total jumla Balita, Prevalensi Gizi Buruk 4,5 % . Sedangkan proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah tingkat minimum menurut indicator target MDGs adalah 2100 Kkal/kapita/hari. Namun laporan MDGs 2000 menyajikan data dengan indicator proporsi penduduk yang memiliki asupan kalori di bawah 2000 Kkal/kapita/hari, dialami oleh 61,86% penduduk Indonesia.(data 2009).
Di samping itu, perubahan sistem produksi industri pertanian yang yang lebih menitik beratkan mekanisasi pertanian telah mempersempit peluang kerja dan meningkatkan jumlah pengangguran dan arus migrasi, urbanisasi maupun migrasi ke luar negeri, yang tidak terkelola dan mengabaikan aspek perlindungan bagi warga Negara yang bermigrasi.
Meskipun Pemerintah Indonesia memiliki kementrian yang khusus mengurusi daerah tertinggal, dan terdapat Direktorat jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa, serta sejumlah kementrian memiliki program bagi masyarakat perdesaan, namun pembangunan pedesaan tidak menunjukkan kemajuan yang signifikan dan kondisi perempuan serta anak-anak di pedesaan semakin memburuk. Hal ini disebabkan oleh : (1) Tidak adanya koordinasi antar kementrian, (2) Tidak adanya strategi nasional (Stranas) dan Rencana Aksi Nasional (RAN) khusus pembangunan desa yang dapat mensinergikan semua kementrian/Lembaga, (3) Tidak digunakannya pendekatan berbasis Hak Asasi Manusia (Human Right based Approach), (4) Tidak dihubungkannya pembangunan pedesaan dengan implementasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap perempuan (CEDAW) , khususnya Pasal 14 CEDAW dan Millennium Development Goals (MDGs)
Namun pada saat yang sama, perempuan di pedesaan justru dihadapkan pada permasalahan budaya yang belum menempatkan perempuan secara setara, sehingga terus mengalami diskriminasi dan kekerasan mulai dari tingkat keluarga, masyarakat, sampai dengan pemerintahan daerah dan pusat.
Berbagai kebijakan mulai dari hukum tertulis, adat dan kebiasaan juga masih menempatkan perempuan pada posisi yang tidak diuntungkan sehingga mereka tidak dapat menikmati hak-hak sipil dan politik serta hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya berdasarkan persamaan hak, kewajiban dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan, seperti hak atas tanah, hak untuk ikut dalan perundingan dan pengambilan keputusan dan hak untuk menikmati proses dan hasil pembangunan.
Bertepatan dengan Hari Perempuan Pedesaan sedunia yang jatuh pada tanggal 15 Oktber, maka Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi sebagai organisasi massa yang beranggotakan individu perempuan mulai dari desa sampai dengan tingkat nasional merasa penting untuk mulai menguatkan dan menyegarkan kembali tentang pembangunan desa yang harus melibatkan perempuan sebagai bagian dari warga desa, nasional sampai dengan dunia.
Dengan menyampaikan Rekomendasi kepada Pemerintah untuk:
1. Mengkaji ulang proses-proses pembangunan dengan memperhatikan dan memprioritaskan pembangunan desa yang mengakomodir prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan gender, sehingga pembangunan juga memberi dampak yang positif bagi perempuan di desa.
2. Merumuskan Strategi Nasional dan Rencana Aksi Nasional Pembangunan Desa yang mensinergikan semua Kementrian dan Lembaga serta memastikan adanya Pengarusutamaan Gender dalam strategi dan rencana tersebut.
3. Menjamin pembangunan desa yang setara dan dapat dinikmati oleh semua warga baik perempuan dan laki-laki, termasuk menjamin diintegrasikannya perspektif keadilan gender dalam RUU Desa.
4. Menciptakan ruang publik bagi perempuan pedesaan dan memfasilitasi terbentuknya organisasi perempuan di pedesaan untuk mempromosikan sumbangan perempuan pedesaan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pembangunan.
5. Bekerja sama dengan masyarakat untuk mempromosikan hak-hak perempuan pedesaan dan mendorong negara maupun masyarakat untuk mendukung pemenuhan hak-hak perempuan pedesaan, seperti yang telah dimandatkan dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan dan Tujuan Milenium (MDGs).
Rekomendasi ini disampaikan untuk mendorong pemerintah mewujudkan pemerataan Pembangunan yang berkeadilan gender, sehingga perempuan pedesaan berdaya dan menikmati Hak Asasi Manusia, baik Hak Sipil-politik maupun Hak Ekonomi Sosial dan Budaya.
Berkaitan dengan Hari Perempuan Pedesaan Internasional (15 Oktober ) yang dirangkaikan dengan Hari Pangan Internasional (16 Oktober) dan Hari Anti Kemiskinan Internasional (17 Oktober), Koalisi Perempuan Indonesia merayakannya secara serentak di Aceh, Tarakan, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Jakarta, 14 Oktober 2011
Dian Kartika Sari
Sekretaris Jenderal
Sumber: Web Koalisi Perempuan Indonesia