Ratusan Perangkat Desa yang tergabung dalam Perade Nusantara siang ini mendatangi gedung DPR untuk mempertanyakan perihal lambannya pembahasan RUU Desa. Ketua Perangkat Desa (Perade) Nusantara, Sudir Santoso mengatakan pihaknya mengancam akan mogok kerja jika Rancangan Undang-undang Desa tidak segera dibahas dan disahkan oleh Pemerintah. Menurut Sudir jika RUU itu tetap stagnan dan tidak secepatnya dibahas atau diusulkan oleh Pemerintah ke DPR pihaknya akan mogok kerja pada November 2011 mendatang. “Saya mohon dengan hormat, agar Ampera (amanat penderitaan rakyat) diserahkan. Saya tidak mengerti, saya mohon dengan sangat RUU Desa dibahas dan ditetapkan tahun 2011 ini. Kalau sampai belum ada tanda-tanda dibahas di tahun 2011, maka tanggal 11, 11, 2011, jam 11 sudah harus selesai, kepala desa tidak lagi berduyun-duyun, kepala desa se-Indonesia akan datang di kabupaten masing-masing menyerahkan surat, yang isinya agar segera meneruskan supaya UU desa ditetapkan 2011,” ujar Sudir kepada pimpinan DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (12/10/2011). “Jika tetap diabaikan, maka pemerintah pusat abai dengan pemerinta desa. Maka kami akan abai, mogok tugas perbantuan pelayanan Pemda, Pemprov, dan Pemerintah Pusat,” imbuhnya. Bahkan kata Sudir jika pemerintah tetap abai maka program pelayanan eloktronik-KTP akan terkena imbasnya. Tak hanya itu, Sudir pun mengancam akan melakukan pelumpuhan atas pelayanan Pemerintah. “Sebelum disahkan UU desa, program e-KPT tidak akan jalan. Tetapi kalau sampai tanggal 11 bulan 11 dan tahun 2011, jam 11 belum diserahkan Ampera, maka saya akan melumpuhkan Pak SBY,” ancamnya. Kedatangan mereka disambut oleh Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, Ketua Komisi II Chairuman Harahap, Ketua Baleg Ignatius Mulyono dan tokoh Perade Nusantara Budiman Sujatmiko yang sekaligus politisi PDI Perjuangan. Menurut Priyo, draf RUU Desa tersebut telah disepakati menunggu usulan dari pemerintah. Menurutnya, pihaknya tengah menunggu usulan draf dari pemerintah tersebut. “Atas kesepakatan Menkumham, Mendagri bersama kami yang diwakaili Baleg dan komisi II, berkeismpulan draft, RUU Desa ,diberi […]
Ketegori: Desa
Persatuan Perangkat Desa (Parade) Nusantara mengancam mogok kerja jika pemerintah belum juga menyelesaikan pembahasan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Desa, hingga 11 November 2011. Ancaman itu disampaikan puluhan kepala desa yang tergabung dalam Parade Nusantara ketika menemui Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Rabu (12/10). Pada kesempatan tersebut, Priyo Budi Santoso didampingi oleh Ketua Komisi II DPR Chaeruman Harahap, Ketua Badan Legislasi DPR Ignatius Mulyono serta anggota Komisi II DPR Budiman Sudjatmiko. “RUU tentang Desa merupakan hak inisiatif pemerintah yang drafnya diserahkan oleh pemerintah kepada DPR. Jika sampai 11 November 2011, RUU tentang Desa belum juga disahkan maka para kepala desa dan perangkat desa di seluruh Indonesia akan demo,” kata Koordinator Parade Nusantara cabang Solo, Purnomo. Menurut dia, para kepala desa akan mogok kerja dan tidak mau melayani masyarakat. Parade Nusantara juga mengancam tidak akan mensukseskan program Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) seperti pelayanan pembuatan kartu tanda penduduk elektronik, jika RUU tentang Desa tidak segera disahkan. Purnomo mengeluhkan belum selesainya draf RUU tentang Desa karena menilai, pemerintah tidak serius membahasnya. Janji DPR Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso berjanji jika sampai 11 November 2011, RUU tentang Desa belum selesai juga pembahasannya maka DPR RI akan mengambil hak inisiatifnya. RUU tentang Desa, tutur dia, adalah RUU hak inisiatif pemerintah yang telah tercatat dalam prioritas program legislasi nasional (prolegnas) DPR tahun 2011. “Kalau sampai tanggal 11 bulan 11 tahun 2011, pembahasan RUU tentang Desa belum juga selesai, maka DPR akan mengambil hak inisiatif,” katanya. Menurut Priyo, posisi DPR saat ini masih menunggu kapan pemerintah menyampaikan draf RUU tentang Desa ke DPR karena sampai saat ini DPR belum menerimanya. DPR sebagai lembaga negara, kata dia, menghormati pemerintah sehingga tetap menunggu untuk menyampaikan draf RUU tentang Desa. Pada kesempatan itu, Priyo juga meminta agar aparat desa tidak memboikot pelaksanaan pemerintahan daerah […]
Di China, semua orang pasti mengenal desa Huaxi. Tak hanya dijuluki desa terkaya China, wilayah ini baru saja mendirikan menara supernya sendiri. Hanya dua ribu orang terdata sebagai penduduk desa di Provinsi Jiangsu, China Timur itu. Namun, setiap orangnya memiliki rekening bank yang jumlah saldo setidaknya US$250 ribu atau sekitar Rp2,2 miliar. Ya, masing-masing. Desa ini tak mau ketinggalan dengan kota-kota besar di Negeri Tirai Bambu. Sebab itulah mereka meresmikan gedung pencakar langit yang bentuknya mirip piala, setinggi 328 meter. Gedung ini tampak menjulang karena di sekitarnya tak ada gedung tinggi. Untuk membuktikan betapa kayanya orang-orang di desa ini, sebuah patung kerbau menyambut tamu di lantai ke-60. Patung seberat satu ton itu terbuat dari emas padat dan nilainya mencapai Rp433,2 miliar. Gedung yang memiliki 74 lantai itu memiliki 800 kamar yang hebatnya, cukup untuk menampung seluruh penduduk desa. Menara ini menjadi gedung tertinggi ke-15 di seluruh dunia, mengalahkan Menara Eiffel (324 m) dan Chrysler Building di New York (319 m). Butuh empat tahun untuk menyelesaikannya dan membutuhkan dana 3 miliar yuan atau sekitar Rp4,2 triliun. Seluruh dana berasal dari kantong penduduk desa, untuk merayakan ulang tahun ke-50 mereka. Setiap orang yang menyumbangkan dana untuk pembangunan gedung, diberi jatah saham 10 juta yuan. “Gedung ini menjadi simbol sifat kolektivitas kami,” ujar seorang pejabat desa, Zhou Li. Di bagian dalam, terdapat kolam renang dan kebun di atapnya. Kemudian sebuah restoran berkapasitas 1.500 orang. Bola besar di bagian atas, dibuka untuk umum bagi yang ingin melihat pemandangan seluruh kota. Sumber: INILAH.COM
Akankah kabupaten atau kota lainnya di Indonesia mengikuti jejak Sragen? Sektor pemerintahan sering diidentikkan dengan kekolotan. Resistensi untuk berinovasi dalam bidang ini memang lebih terasa dibandingkan sektor pendidikan, sosial, atau swasta. Terlebih di Indonesia yang jajaran birokrasinya sudah terkenal kurang ramah terhadap perubahan. Namun, semua asumsi itu pupus saat kita menengok apa yang tengah terjadi di Sragen, salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang dikenal dengan fosil manusia purba Sangiran-nya. Di Sragen yang dipimpin oleh bupati Agus Fatchur Rahman, S. H., M. H. ini, selama beberapa tahun terakhir mulai terjadi perbaikan dalam jajaran pemerintahannya. Perubahan ini tergolong tidak biasa karena melibatkan sebuah visi besar : “Sragen, Cyber Regency”. Ditemui di ajang INAICTA 2011 Rabu kemarin (5/10/2011), salah seorang penggagas upaya implementasi e-Government bernama Budi Yuwono dari Pemkab Sragen, Jawa Tengah memaparkan bagaimana pemerintah dan rakyat Sragen berjuang, bahu membahu untuk mencapai tujuan bersama tersebut. Upaya menjadikan Sragen sebagai kabupaten cyber ini dimulai dengan pembentukan sebuah tim teknis kantor PDE (Pengelola Data Elektronik). Mereka ini ditugaskan untuk implementasikan e-Government di seluruh Sragen. Semua ini diawali karena adanya kesulitan yang dihadapi dalam melakukan koordinasi dengan level bawah. Perlu diketahui bahwa Pemerintah Kabupaten Sragen memiliki cakupan wilayah kerja yang luas, dengan desa terjauh bisa 50-60 km dari pusat kotanya atau kurang lebih 2 jam perjalanan dengan kendaraan bermotor. Hal ini diperparah dengan kualitas infrastruktur yang kurang memadai dan kemungkinan cuaca buruk yang bisa mengganggu kinerja pemerintahan. Padahal di masa sekarang, pemerintahan harus bisa dijalankan lebih efektif dan efisien. Maka dari itu, terbetik pemikiran awal untuk membuat aplikasi sederhana yang bisa dimanfaatkan oleh seluruh jajaran pemerintahan Sragen. Tak disangka, ide simpel itu bisa dijabarkan menjadi lebih luas hingga menjadi apa yang bisa disaksikan sekarang. Hingga sekarang, Pemerintah Kabupaten Sragen telah membangun infrastruktur jaringan yang sudah sampai ke desa dan kelurahan. “Sejak tahun 2003”, ujar […]
Berikut ini Tujuh Desa Terunik di Dunia berdasarkan informasi yang bertebaran di media online: 1. Desa dengan Penduduk hanya 1 Orang Adalah seorang pria bernama Don Sammons (usia 60 tahunan) yang sudah terbiasa tinggal sendirian. Di rumah? Tidak! Dia tinggal di sebuah desa aneh yang hanya berpenduduk 1 orang, yaitu dirinya. Desa Buford terletak di Wyoming, Colorado, daerah perbukitan dengan suhu rendah terlebih dimusim dingin. Desa ini telah ditinggalkan oleh seluruh penghuninya yg memilih untuk tinggal di tempat lain untuk mencari penghidupan yg lebih baik karena merasa wilayah ini tidak akan bisa berkembang. Namun tidak demikian dengan kakek Sammons yang keukeuh untuk tetap tinggal di sana walaupun seorang diri. Sammons meninggalkan Los Aangeles pada tahun 1980 bersama istri dan anaknya dan memilih menetap di Desa Buford yg ketika itu masih dihuni oleh sekitar 2.000 orang pekerja rel kereta api. Ketika istrinya meninggal 15 tahunan lalu, kemudian anaknya yang kini berusia 26 tahunan pun memilih untuk pindah ke kota Colorado. Sammons mengelola sendiri sebuah pom bensin kecil dan sebuah toko untuk melayani mereka yang mampir dalam perjalanan lintas negara. “Dalam sehari toko saya bisa dikunjungi 1000 orang di musim panas, namun menurun hingga 100 orang saja di musim dingin,” kata Sammons yg mengklaim dirinya sebagai raja di Desa Buford. 2. Desa dengan 100 Kembar Identik Tak heran jika guru di sekolah itu mendapat tugas tambahan untuk menghapal muridnya satu per satu. Kedua puluh pasang anak kembar itu berjenis kelamin sama dan merupakan kembar identik. Para guru kerap salah saat menyapa nama mereka. Apalagi setiap pasang anak kembar hanya dibedakan dengan belahan rambut. Salah satu pasangan kembar mengatakan, tanda lahir di leher merupakan salah satu pembeda mereka. Selebihnya mereka nyaris sama. Warga Desa Kodinji yang mayoritas muslim juga mengatakan, keberadaan anak kembar di desa itu bukan hal yang aneh. Mereka mengangapnya sebagai […]
Desa biru “Smurf” di Spanyol menjadi incaran para turis. Sebuah perdesaan tradisional khas Spanyol sengaja dicat biru dalam rangka peluncuran film The Smurf. Smurf adalah serial komik karangan Peyo, seorang penulis asal Belgia. Tokoh Smurf merupakan makhluk berkulit biru dan berukuran kecil yang membentuk sebuah koloni. Seperti dikutip dari Dailymail, warga yang tinggal di kawasan tersebut sampai harus membuat referendum apakah mereka akan membiarkan bangunan-bangunan di desa tersebut tetap biru atau tidak. Hal ini mengingat kawasan itu telah menjadi daya tarik bagi wisatawan. Produser film The Smurf memilih kawasan itu, yaitu sebuah desa kecil Juzcar, sebagai bahan promosi film The Smurf dengan cara mengecat setiap bangunan di desa itu menjadi berwarna biru. Bahkan, gereja di desa itu pun dicat warna biru. Sudah banyak wisatawan yang berkunjung ke desa biru itu sebagai akibat promosi film The Smurf. Pemerintah setempat bahkan sampai memerlukan tambahan polisi untuk mengontrol lalu lintas. Sebuah festival Smurf sempat diadakan di desa itu dan berhasil menarik minat orang untuk melihat festival. Saat festival, para penduduk setempat sampai-sampai berbusana ala Smurf dan rela berpose untuk berfoto dengan wisatawan. Setelah didesak oleh warganya, Wali Kota David Fernandez akhirnya mengumumkan bahwa referendum akan dikeluarkan pada akhir tahun ini untuk menentukan apakah desa tersebut tetap dibiarkan biru. “Orang-orang mulai memanggilku Papa Smurf,” kelakarnya. Desa tersebut sebenarnya desa tradisional yang sudah ada sejak masa lampau, bahkan diperkirakan sudah ada sejak sebelum tahun 711. Awalnya desa tersebut memiliki bangunan-bangunan yang berwarna putih. Diperlukan lebih dari 3.700 liter cat untuk merubah Juzcar menjadi sebuah tempat bernuansa Smurf. Pihak produser film The Smurf sebelumnya berjanji akan mengembalikan bangunan-bangunan tersebut menjadi putih seperti sediakala seusai pesta peluncuran film di bulan Juli. Namun, sepertinya mereka tidak perlu menepati janji itu. Sumber: Kompas
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMPD) Kabupaten Natuna, Chaidir Char, mengatakan bahwa Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) menjadi andalan dalam pembangunan desa yang mandiri. Hal ini sesuai dengan target BPMD Natuna meski ditengah keterbatasan personel dan sarana prasana yang ada. “Ini target kita untuk menyukseskan semua program yang ada, termasuk program yang dicanangkan Pemprov Kepri yakni memandirikan semua desa dan kelurahan hingga tahun 2011,” kata Chaidir. Dijelaskan,terwujudnya kemandirian tersebut merupakan visi BPMD Natuna. Karena itu, BPMD tidak henti-hentinya memberikan pembinaan, sosialisasi dan kegiatan lainnya agar semua program kegiatan terealisasi. Selain itu, juga dengan melakukan monitoring kegiatan BPMD di lapangan. Dikatakan, hasil dari monitoring cukup menggembirakan, meski masih terdapat beberapa kendala yang menimbulkan benturan dalam proses penyelesaian program menyangkut sumber daya manusia (SDM) masyarakat di desa dan kelurahan. Terlebihnya, terkait dengan penggunaan dana PNPM Mandiri Pedesaan di Kabupaten Natuna yang mencapai Rp 11,5 Miliar. “Selain dana PNPM Mandiri sebesar Rp 11,5 Miliar yang merupakan cost sharing dari APBD dan APBN. Kita juga mendapat dana program pengembangan sistem pembangunan partisipatif Rp 4,8 Miliar,” ungkapnya. Dia mengungkapkan bahwa, PNPM Mandiri Pedesaan sudah dilaksanakan sejak 2007 lalu dan merupakan kelanjutan dari Program Pengembangan Kecamatan (PKK) tahun 2003. Adapun hasil pembangunan dari 2003 sampai 2010 diantaranya, saluran air bersih sepanjang 66.674 Meter, tambatan perahu sepanjang 4.340 Meter, jalan sepanjang 20.004 Meter, jembatan kayu sepanjang 1.339 Meter dan jembatan beton sepanjang 56 Meter. Lainnya, batu miring sepanjang 707 Meter, posyandu 46 unit, mesin listrik desa 15 unit, sumur gali 5 unit, pasar desa 5 unit, gedung serba guna 5 unit, PAUD 14 unit, TK 16 unit dan MDA 13 unit. Kemudian, ada pengadaan mobil transportasi desa 4 unit, biaya siswa dan honor guru 280 orang dan kelompok SPP sebanyak 356 kelompok dengan jumlah dana yang tersalur Rp 15.837.281.000 dengan tingkat pengembaliannya sebesar 95 persen. Ditambahkan, dalam […]
Dalam buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mengenal ciri-ciri masyarkat desa sebagai berikut : a. Afektifitas, ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih. b. Orientasi kolektif, sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan. c. Partikularisme, pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme) d. Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi). e. Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 diketahui bahwa penduduk miskin paling banyak berada pada daerah pedesaan. Penduduk kota memiliki jumlah penduduk miskin 11,10 juta jiwa sedangkan desa 19,93 juta jiwa. Masih menurut laporan BPS persentase penduduk miskin kota sebanyak 9,87 % sedangkan desa 16,56 %. Indeks kedalaman kemiskinan kota 1,57 dan Desa 2,8. Selanjutnya Indeks keparahan kemiskinan kota 0,4 sedangkan desa 0,75 Menurut BPS Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita bulanan di bawah garis kemiskinan. Komponen garis kemiskinan terdiri dari garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan bukan makanan. Terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Menurut laporan BPS, Tingkat kemiskinan di daerah pedesaan lebih parah dibandingkan masyarakat perkotaan. Karena saat ini penduduk Indonesia lebih banyak terkonsentrasi pada daerah pedesaan maka perlu dilakukan beberapa langkah perbaikan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di pedesaan. Mewujudkan Masyarakat Cerdas Secara nasional tingkat pendidikan masyarakat Indonesia masih rendah. Dapat dilihat dari data BPS tahun 2009. Angka partisipasi sekolah SD adalah 97,95, SMTP 85,43, SMTA 55,05 dan pendidikan tinggi 12,66. Padahal tingkat pendidikan berpengaruh pada tingkat kemiskinan suata daerah. Salah satu langkah untuk mengeluarkan masyarakat desa dari tingkat kemiskinan adalah dengan memperbaiki mutu pendidikan masyarakat. Semakin banyak masyarakat desa yang memiliki pengetahuan maka akan semakin jauh masyarakat dari tingkat kemiskinan. Maka dari itu perlu dilakukan perbaikan dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan penduduk. Minimnya media menyebabkan motivasi masyarakat desa untuk melanjutkan pendidikan rendah. Maka dari itu perlu dilakukan perubahan pola berpikir masyarakat bahwa pendidikan itu penting. Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan menggalakkan pembukaan taman bacaan di setiap desa. Dapat dilihat contohnya pada Taman Bacaan Kota Siantar, Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Sumut. Taman bacaan kini […]