Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, disahkan pada 22 Juni tahun 2009 silam. UU ini menggantikan aturan sebelumnya yaitu UU No. 14/1992 yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis dan kebutuhan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Dalam UU yang baru itu, ada beberapa pasal tambahan yang sebelumnya hanya menjadi wacana. Pasal-pasal yang baru antara lain pasal 106 (8) soal menggunakan helm ber-Standar Nasional Indonesia bagi pengendara dan penumpang kendaraan roda dua alias motor. Pasal 106 (6) soal kewajiban memakai sabuk keselamatan bagi pengendara dan penumpang mobil.
Menyalakan lampu motor utama di siang hari pun, kini telah menjadi kewajiban yang diatur dalam pasal 107 ayat 2. Aturan baru lainnya ialah pasal 112 (3) tentang belok kiri tidak boleh langsung (bekitibolang). Dan hati-hati juga berkendaraan sambil menggunakan handphone ataupun merokok karena bisa dijerat hukum sesuai pasal 106 (1) yang mewajibkan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan, wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi. Wajar dan penuh konsentrasi bisa diartikan, pengemudia tidak boleh melakukan aktivitas apa pun yang mengganggu konsentrasi saat mengemudi seperti menelefon, menonton tivi, bahkan merokok.
Selain aturan baru, UU No. 22/2009 juga merubah dan menambah sejumlah ketentuan pidana bagi para pelanggarnya. Di Bab xx, ada 42 pasal yang mengatur soal ancaman pidana bagi para pelanggar pasal-pasal di UU No. 22/2009. Ancaman hukumannya bisa denda atau hukuman penjara.
Ancaman terberat ialah bagi penyelenggara jalan, dalam hal ini pemerintah dan dinas terkait. Sesuai pasal 24, penyelenggara jalan wajib segera memperbaiki jalan rusak yang dapat mengakibatkan lakalantas. Jika belum bisa memperbaiki, wajib memberi rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah lakalantas. Jika gara-gara jalan rusak tersebut terjadi kecelakaan yang mengakibatkan pengguna jalan meninggal dunia, maka sesuai pasal 273, penyelenggara jalan terancam pidana penjara 5 tahun atau denda Rp 120 juta.
Ancaman hukuman terberat kedua ialah mereka yang melanggar pasal 231 yaitu orang yang melakukan tabrak lari, tidak menolong korbannya ataupun tidak melaporkan kejadian itu ke polisi. Ancamannya ialah pidana penjara maksimal tiga tahun atau dengan paling banyak Rp 75 juta.
Perusak jalan, seperti menggali jalanan dan tidak mengembalikannya ke bentuk semula sehingga mengganggu fungsi jalan (pasal 28), juga terancam hukuman berat. Sesuai pasal 274, para perusak fungsi jalan ini diancam hukuman kurungan maksimal 1 tahun atau denda Rp 24 juta.
Dalam UU yang baru juga ada ancaman pidana bagi para pelaku pembalap liar yang menganggap jalan raya layaknya arena balap (pasal 115 huruf b). Jika terbukti melanggar, maka para pembalap jalanan itu terancam denda Rp 3 juta atau hukuman penjara maksimal 1 tahun. Selain itu, ada juga ketentuan pidana bagi pengendara kendaraan tidak bermotor jika melanggar pasal 122 (1) huruf b. Di pasal tersebut, pengendara kendaraan tidak bermotor (biasanya pesepeda) dilarang dengan sengaja membiarkan kendaraannya ditarik oleh kendaraan bermotor dengan kecepatan yang dapat membahayakan keselamatan. Jika melanggar, maka sesuai pasal 299, akan dikenai denda Rp 100.000,00 atau pidana kurungan maksimal 15 hari.
Sumber : Pikiran Rakyat