Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki otonomi dalam menyelenggarakan pemerintahan-nya. Otonomi desa menjadi bias karena desa diposisikan sebagai objek pembangunan bukan sebagai subjek pembangunan.
Peran desa sebagai subjek pembangunan memiliki pengertian bahwa desa mampu merencanakan, membiayai, dan melaksanakan tata pemerintahan. Hadirnya Dana Desa telah membawa semangat perubahan bagi desa, karena desa dituntut untuk dapat mengelola Dana Desa demi menciptakan desa yang mandiri dan sejahtera.
Mandiri tidak berarti desa menjadi bagian yang terpisahkan dari pemerintah tingkat atas, baik pusat ataupun daerah. Faktanya, pengelolaan Dana Desa, baik pada desa tradisional ataupun modern tidak menciptakan desa yang mandiri, karena pemerintah tingkat atas hanya menjadikan desa sebagai target atau lokasi proyek (objek pembangunan).
Praktik-praktik penyeragaman pola pembangunan terhadap penggunaan Dana Desa telah menegasikan prinsip penggunaan Dana Desa yang digunakan sesuai dengan kebutuhan desa, strategi daerah dan tipologi desa. Sehingga penyeragaman pola pembangunan yang terjadi di desa tradisional ataupun desa modern menjadi bukti ketidak-otonoman pemerintah desa dalam pengelolaan Dana Desa.
Pengklasifikasian tipologi menurut tingkat perkembangan desa yang dapat digunakan sebagai bahan bertimbangan dalam penggunaan Dana Desa bukanlah sebuah data tanpa makna. Tingkat perkembangan desa membuat arah pembangunan dan pemberdayaan desa menjadi jelas.
Faktanya terjadi penyeragaman pola pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dengan menjadikan desa tradisional seperti desa modern, dan desa modern seperti desa tradisional. Hal tersebut membuktikan bahwa pengklasifikasian desa yang ada tidak mampu melihat hal-hal lain selain “hitam diatas putih” atau sesuatu yang terlihat saja, seperti kebenaran dari data itu sendiri masih dapat dipertanyakan.
Fakta lain yang dapat diungkap adalah pola penyeragaman pembangunan yang terjadi merupakan bukti desa tidak otonom dalam pengelolaan Dana Desa. Dana Desa yang diberikan merupakan bentuk intervensi pemerintah terhadap desa, karena desa pada akhirnya diberikan ruang yang terbatas baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pembiayaan.
Keterbatasan pemerintah desa dalam mengelola sumber daya yang dimiliki menjadi salah satu faktor mengapa pemerintah melakukan intervensi tersebut. Hingga saat ini desa masih menjadi objek pembangunan atau hanya sebagai target/lokasi proyek dari atas, dan pada akhirnya Dana Desa bukanlah sebuah dana stimulan untuk membangun kemandirian desa, namun berubah menjadi sumber ketergantungan pemerintah desa terhadap pemerintah pusat ataupun daerah.
Dibutuhkan waktu untuk menciptakan desa yang mandiri dan sejahtera. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah membangun manusia melalui pemberdayaan masyarakat, dan menggali potensi untuk memperbesar Pendapatan Asli Desa (PADes).
Selain itu kemandirian desa akan tercapai bilamana desa menjadi aktor (subjek) utama yang merencanakan, membiayai dan melaksanakan pembangunan dan posisi daerah hanya sebagai fasilitator, supervisi dan membantu desa untuk mengembangkan kapasitas dan potensi yang dimiliki. Pemerintah melalui paket peraturan perundang-undangan telah memberikan arah kebijakan, namun diluar hal tersebut sudah kewajiban desa untuk mengatur dirinya sendiri sebagai wujud otonomi yang dimiliki. ***