SURABAYA, DesaCiburial.com – Partai Gerindra mendorong agar rancangan undang-undang tentang desa segera disahkan. Dengan adanya undang-undang itu, diharapkan kepala desa bisa lebih diberdayakan. Apalagi, kepala desa dipilih langsung oleh warga desa yang mencerminkan prinsip demokrasi.
Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto mengatakan, selama ini kue pembangunan di Indonesia masih belum merata, terutama kepada masyarakat di perdesaan. “Kekayaan bangsa kita cukup banyak. Tapi kue pembangunan untuk desa masih minim. Banyak penghamburan yang terjadi. Kalau dikelola lebih baik, pasti desa akan lebih maju,” katanya saat tampil di acara Cangkruan di JTV (Jawa Pos Grup), Minggu (16/10).
Menurut mantan Danjen Kopassus tersebut, undang-undang di negara ini banyak yang tidak tegas dan sumir. Misalnya, UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. “UU tersebut tidak secara tegas memberikan dukungan terhadap perkembangan desa. Padahal, mayoritas penduduk Indonesia tinggal di desa,” tuturnya.
Karena itu, Fraksi Gerindra yang ada di DPR RI akan memperjuangkan segera pembahasan dan pengesahan RUU desa. Menurut dia, perlu ada UU yang berpihak pada pembangunan desa. Karena itu, dia meminta masyarakat untuk percaya kepada wakil rakyat yang duduk di DPR.
Prabowo mengatakan, seharusnya anggaran 10 persen dari APBN untuk pembangunan pedesaan masih masuk akal. Namun, saat ini elit politik di Indonesia telah dihinggapi penyakit klasik, yaitu semangat korupsi.
“Jangan sampai terjadi, tambah anggaran malah tambah korupsi. Kebocoran dan penghamburan harus dicegah. Kalau tidak, anggaran itu tidak akan sampai ke desa,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Persatuan Rakyat Desa (Parade) Nusantara Sudir Santoso mengatakan, setelah reformasi bergulir, ternyata malah terjadi kemunduran dalam penanganan pembangunan desa. “Orde Baru dulu punya undang-undang tentang desa. Setelah Orde Baru tumbang, muncul undang-undang yang kurang berpihak kepada desa,” katanya.
Dia mengatakan, dari Rp 1.400 triliun APBN Indonesia, ternyata yang dialokasikan untuk desa dan kelurahan hanya Rp 17 triliun. Padahal, 78 persen masyarakat Indonesia hidup di desa. Karena itu, dia berharap, anggaran untuk desa bisa meningkat, minimal 10 persen dari APBN.
“Salah satu penyakit masyarakat desa adalah kemiskinan. Bukan karena masyarakatnya malas, tetapi karena kebijakan anggaran terlalu memarjinalkan desa,” katanya.
Bukti ketidakberpihakan kepada masyarakat desa adalah ketika korporasi besar masuk ke desa. Meskipun di desanya ada perusahaan besar, ternyata warga desa hanya bekerja sebagai kuli, buruh, atau malah hanya penonton saja. “Kami menuntut, dalam undang-undang yang baru nanti, masyarakat mendapat saham 2-5 persen dari korporasi tersebut,” ujarnya.***
Sumber: JPNN.com