Selasar Sunaryo Art Space (SSAS) menggelar pameran SSAS/AS/IDEAS SSAS/AS/IDEAS In Collaboration with 20 Artists pada 15 September hingga 4 November 2018 di area Bale Tonggoh Selasar Sunaryo Art Space (SSAS), Desa Ciburial, Bandung. Pameran tersebut digelar dalam rangka memperingati hari jadi Selasar Sunaryo Art Space yang ke-20.
Kolaborasi Bale Project dengan 20 seniman kontemporer dari Bandung dan sekitarnya itu bertujuan untuk menampilkan gagasan tentang materialitas dan performativitas yang terinspirasi dari keunikan karya-karya Sunaryo maupun yang pernah memiliki relasi dengan Selasar Sunaryo Art Space (SSAS).
Mereka terdiri dari Abdi Karya, Agus Suwage, Arin Dwihartanto Sunaryo, Bandu Darmawan, Cecep M Taufik, Chusin Setiadikara, Hedi Soetardja, I Made Wiguna Valasara, Irfan Hendrian, Iwan Yusuf, Joko Avianto, M Reggie Aquara, Maharani Mancanagara, Mella Jaarsma, Nurdian Ichsan, Nurrachmat Widyasena, Patriot Mukmin, Windi Apriani, dan Yuli Prayitno.
Made Wiguna Valasara misalnya, perupa kelahiran 1983 itu pernah berpartisipasi dalam pameran Transit #1 Selasar Artist Residence Program pada 2011 lalu. Kali ini, Wiguna menampilkan lukisan kehidupan masyarakat Bali di atas kain kanvas putih yang dijahit sendiri dengan tangan, menggunakan pola-pola jahitan seperti membuat boneka.
Kurator Hendro Wiyanto sengaja mengambil 20 karya mereka untuk menandai perayaan 20 tahun berdirinya galeri seni Selasar Sunaryo Art Space (SSAS) yang bersifat nirlaba.
Bale Tonggoh adalah yang termuda dari semua ruang pameran di kompleks Selasar, yang berfungsi sebagai unit produksi pameran di bawah Bale Project (didirikan pada tahun 2015). Bale Tonggoh membantu mewujudkan program pameran Bale Project yang dimaksudkan untuk mendukung kemandirian dan kesinambungan proyek-proyek non-komersial Selasar.
Selasar Sunaryo didirikan oleh keberadaan Sunaryo dan Selasar tidak dapat dipisahkan dari visi Sunaryo. Karya Sunaryo biasanya kaya dengan abstraksi visual. Abstraksi — tentu saja dengan tujuan artistik tertentu — tidak lain adalah ekonomi visual. Dengan persepsi seniman dan melalui berbagai eksperimen yang dilakukan pada karakteristik khusus dari setiap bentuk dan material, abstraksi menciptakan jarak dari representasi. Namun, abstraksi visual bukanlah masalah ekonomi material, melainkan ekonomi peristiwa.
Pameran tunggal Sunaryo di Museum Selasar, untuk memperingati 20 tahun SSAS, dapat diambil sebagai titik referensi terbaru dari kecenderungan tersebut. Sebagian besar program Selasar, terutama yang menargetkan seniman muda yang tinggal dan bekerja di Bandung, menerima dorongan baru dari pameran ini. Selasar Sunaryo Art Space pasti untuk Bandung, tetapi Bandung adalah untuk dunia. ***