Keberhasilan pembangunan di suatu negara ditentukan oleh tingkat partisipasi masyarakatnya. Semakin tinggi partisipasi masyarakat semakin berhasil pembangunan tersebut. Karena itulah dalam pembangunan suatu bangsa sangat ditentukan oleh unsur-unsur masyarakat dan pada hakekatnya pembangunan adalah dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Berhasilnya pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila tergantung pada partisipasi seluruh rakyat serta pada sikap mental, tekad dan semangat, ketaatan dan disiplin para penyelenggara negara serta seluruh rakyat Indonesia. Lebih jauh ditegaskan lagi bahwa : Kegiatan partisipasi masyarakat adalah mutlak diperlukan adanya dalam pembangunan. Untuk itu perlu ditumbuhkan partisipasi aktif masyarakat yang dilaksanakan dengan menumbuhkan adanya kesadaran dan tanggung jawab masyarakat yang tercermin dengan adanya perubahan sikap, mental, pandangan hidup, cara berpikiran dan cara bekerja. (Depdagri, 1976). Banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang partisipasi, antara lain : Jnanabrota Bhattacharyya (1972 : 20) mengartikan partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama. Mubyarto (1984 : 35) mendefinisikan partisipasi sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Dari definisi di atas, pada dasarnya menggambarkan bahwa partisipasi ini tidak dapat dipaksakan melainkan didasarkan oleh kesadarannya dan disesuaikan dengan kemampuannya serta tergantung kepada profesinya masing-masing. Memang pada kenyataannya, tidak semua anggota masyarakat mau berpartisipasi, dengan alasan yang bermacam-macam pula. Hal ini dapat disadari karena adanya beberapa faktor penyebab yang mungkin membuat mereka tidak tertarik untuk berpartisipasi. Sedangkan dorongan yang boleh dikatakan bersifat umum adalah apabila hasil partisipasi tersebut dapat dinikmati langsung oleh mereka sendiri dan memberi keuntungan kepada mereka. Namun apabila banyak dari berbagai unsur masyarakat yang ikut serta berpartisipasi, maka akan mempermudah atau memperlancar program-program yang diluncurkan oleh pemerintah. Sehingga dalam hal ini mutlak bahwa partisipasi merupakan modal dasar pembangunan. Dalam kegiatan pembangunan menuntut tumbuhnya partisipasi masyarakat, karena pemerintah tidak dapat bekerja sendiri dalam menyelenggarakan pembangunannya. Definisi lain mengenai partisipasi ini dikemukakan oleh Keith […]
Tagar: masyarakat
“Kebun adalah tempat sampah kami. Kami mengolah sampah dengan cara membuang dan membakarnya di kebun atau pekarangan rumah. Dari dulu seperti itu, sampah tidak menjadi masalah. Sekarang menjadi masalah setelah ada plastik,” pernyataan senada itu kerap muncul dari masyarakat di Desa Ciburial Kec. Cimenyan Kab. Bandung. Pernyataan itu melukiskan sedang terjadi perubahan penting dalam kehidupan keseharian masyarakat di Desa Ciburial, utamanya dalam soal persampahan. Masyarakat merupakan penghasil sampah, karena itu masyarakat merupakan aktor utama dalam pengelolaan sampah, yang perlu diberdayakan agar mampu melakukan berbagai upaya penanganan sampah untuk lingkungannya sendiri. Membangun kemandirian masyarakat ini dilakukan melalui pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Hal tersebut menjadi pendorong dan sumber motivasi BUMDes Mitra Sejahtera Desa Ciburial untuk melaksanakan kegiatan Pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Desa Ciburial. Untuk melaksanakan kegiatan dimaksud BUMDes Mitra Sejahtera Desa Ciburial membutuhkan sarana penunjang, diantaran sebagai berikut: Lahan seluas 200 meter persegi, armada sampah (yang terdiri dari motor tiga roda dan mobil angkut sampah), dan Container penampungan sampah.
Gerakan Maghrib Mengaji yang dicanangkan oleh Kementerian Agama RI saat ini mulai bergulir, khususnya di Kabupaten Bandung. Di Kabupaten Bandung program ini pun telah di launching dan disosialisasikan di Lapang Upakarti-Soreang Kabupaten Bandung, Sabtu (23 Juli 2011). Launching dan Sosialisasi Gerakan Masyarakat Magrib Mengaji (Gemar Mengaji) tersebut diikuti sekitar 4000 jemaah dari berbagai organisasi Islam di Kabupaten Bandung. Turut hadir Bupati Bandung H. Dadang Mohamad Naser, SH, S.Ip, Wakil Bupati H. Deden Rukman Rumaji, S.Sos, Sekretaris Daerah Ir. H. Sofian Nataprawira, MP, Kakanwil Kementerian Agama Jawa Barat Drs. H. Saeroji, MM dan Ketua MUI Jawa Barat KH. Hafidz Ustman. Gerakan Maghrib Mengaji dimaksudkan untuk menghidupkan kembali kebiasaan mengaji (membaca) kitab suci Al-Quran sesudah shalat Maghrib. Dengan Gerakan Maghrib Mengaji ini diharapkan dapat menangkal pengaruh negatif yang ditayangkan oleh lima ‘layar’. Kelima layar itu adalah layar televisi, telepon seluler (ponsel), internet, komik, dan majalah. Biasanya anak-anak dan orang dewasa masih suka menonton televisi pada waktu maghrib, sehingga kebiasaan mengaji setelah shalat maghrib itu seringkali dikalahkan oleh televisi, salah satu dari lima layar tadi. Sementara Bupati Bandung, meminta kepada seluruh Pegawai Negeri Sipil untuk menjadi contoh atau teladan dalam pelaksanaan Gerakan Magrib Mengaji. Ia pun mengharapkan agar gerakan ini bisa diikuti pula oleh seluruh umat Islam khususnya di Kabupaten Bandung. “Dan mudah-mudahan gerakan ini menjadi kebiasaan bagi umat islam yang pada waktu dulu begitu semarak dilakukan disurau, masjid, langgar maupun rumah-rumah penduduk…” harapnya.
Wakil Wali Kota Bandung, Ayi Vivananda mengajak anggota karang taruna Kota Bandung untuk ikut serta dalam kegiatan lingkungan hidup di Kota Bandung. Hal tersebut dikatakannya pada saat pembukaan Bulan Bakti Karang Taruna (BBKT) Kota Bandung 2010 di lapang kasta Jalan AH Nasution Kecamatan Cibiru, Sabtu (30/10).
Idealnya, pemilihan dan pengurutan prioritas dari proyek konstruksi dan rehabilitasi jalan desa dilakukan sebelum pemilihan teknologi ditentukan. Secara umum, ada tiga kriteria yang perlu dipertimbangkan, yaitu (1) kelayakan secara teknis, (2) kelayakan secara ekonomi dan, (3) pertimbangan-pertimbangan sosial (kriteria kelayakan sosial). Setelah prioritas-prioritas jalan telah dibuat dan garis rencana jalan secara detail telah diidentifikasi, maka telah dimungkinkan memadukan rencana metode kerja, tenaga kerja dan peralatan. Berikut ini adalah beberapa kriteria sosial yang dapat digunakan untuk pengurutan prioritas proyek kontruksi dan rehabilitasi jalan desa: